BERBURU Banteng. Itulah judul salah satu lukisan legendaris hasil
karya Raden Saleh Syarif Bustaman (1807 – 1880), pelukis pribumi Indonesia yang disebut-sebut sebagai perintis aliran seni lukis modern (modern art)
di tanah air. Seni lukis modern ini berjarak dengan seni lukis
tradisional yang telah tumbuh dan berkembang berabad-abad sebelumnya.
Punya karakter dan ciri khas sendiri.
Pembentukan gaya
seni rupa, pemilihan tema, pemakaian bahan lukisan serta fungsi
kegunaannya berbeda dengan seni lukis tradisional. Raden Saleh melukis
dengan maksud mengembangkan bakat seni pribadi atau potensi
kreatif-artistik individu seniman, dengan wawasannya sebagai manusia
budaya baru yang berpandangan universal.
Seni rupa modern tidak
lagi memahat patung nenek moyang dan menatah serta menyinggung
tokoh-tokoh pewayangan dalam bermacam-macam bentuknya : wayang beber,
kulit, golek, krucil. Pendek kata, seni rupa modern Indonesia sama sekali bersifat baru.
Seni
lukis modern sesungguhnya dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di
Indonesia pada sekitar abad 17. Hanya saja, perintisan seni lukis
modern ini bagi bangsa Indonesia berlangsung ”secara tidak sengaja” atau
”tanpa direncanakan” mengingat terjadinya perintisan di tengah-tengah
kegelapan dari zaman penjajahan, sebelum adanya kemerdekaan. Dus, ini
tentu saja tidak masuk dalam kesadaran budaya mengimgat Indonesia saat
itu masih merupakan bangsa terjajah.
MASA PERINTISAN
Raden
Saleh memang perintis seni lukis modern yang kesepian. Lahir dari rahim
seorang ibu bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, Raden Saleh sejak kecil
telah menampakkan bakat melukis yang kuat. Saat itu dia tinggal di
daerah Terbaya, dekat Semarang dan sejak usia 10 tahun, dia diserahkan
pamannya, Bupati Semarang, pada orang-orang Belanda atasannya di
Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda.
Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya.
Kebetulan pula di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan lantas berinisiatif memberikan bimbingan.
Payen
memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun
mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu
Raden Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya,
misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh
dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari model pemandangan untuk
lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang
Indonesia di daerah yang disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar
biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke
Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal Van Der Capellen yang
memerintah waktu itu (1819-1826) setelah ia melihat karya Raden Saleh.
Tahun
1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro
oleh Jenderal de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda.
Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen
tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas mengajari
Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan
orang Jawa,Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain
Raden Saleh.
Penguasaan teknik seni lukis masa akhir
Renaissance Eropa yang bercorak realistis-naturalistis dengan jiwa
romantis itu dilanjutkan oleh generasi pelukis Indonesia
sepeninggal Raden Saleh. Ciri khasnya adalah lebih banyak mengambil
tema kehidupan kaum bangsawan dan kehidupan binatang. Kepiawaian teknik,
bentuk, karakter, terang gelap dan seterusnya, yang diterapkan dalam
karya seni lukis tersebut, menjadi perhatian bagi pelukis-pelukis lain
di Indonesia.
Yang menarik, ada masa kekosongan yang cukup lama
sejak wafatnya Raden Saleh pada 23 April 1880 di Bogor. Dia memang tak
mempunyai murid atau kawan yang mampu meneruskan bakat melukisnya. Yang
tertinggal ada hasil karyanya. Diantaranya yang masih utuh adalah
lukisan berjudul : Seorang tua dan Bola Dunia (1835), Berburu Banteng
(1851), Bupati Majalengka (1852), Penangkapan Pangeran Diponegoro
(1857), Harimau Minum (1863) dan Perkelahian dengan Singa (1870).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Karya seni rupa, terutama karya seni rupa dua dimensi, terdiri dari unsur-unsur titik, garis, bidang, ruang, warna, tekstur, dan gelap tera...
-
Bangsa Yunani pada periode klasik membuat inovasi yang menjadi dasar aliran utama di bidang tradisi seni Barat baik lukisan maupun patung. ...
-
Jejak panjang seni lukis modern Indonesia dirintis oleh Raden Saleh, lantas tumbuh dan berkembang sejak era naturalisme-realis Mooi Indie ...
-
Banyak ide baru kita bisa peroleh dan sering pula kita terperangah saat bincang-bincang yang walau awalnya hanya perajut silaturahmi atau ...
-
di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-e...
-
Romawi Yunani Klasik Seni patung klasik Eropa merujuk pada seni patung dari zaman Yunani Kuno , Romawi kuno serta peradaban Helenisasi...
-
adalah sebuah gerakan modern seni rupa pada awal abad ke-20 yang dipelopori oleh Picasso dan Braque. Prinsip-prinsip dasar yang umum pada k...
-
yaitu aliran seni lukis yang mengutamakan kebebasan dalam bentuk dan warna untuk mencurahkan emosi atau perasaan. Ekspressionisme adalah k...
-
Bertahun-tahun diterbitkan gambar yang disebut sebagai gambar masa mudanya Nabi Muhammad saw di Iran. Masyarakat Iran di samping menunjukka...
-
Berbagai macam jenis patung terdapat di banyak wilayah yang berbeda di Asia, biasanya dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha. Sejumlah be...
0 komentar:
Posting Komentar